Daftar Isi
Housing bubble adalah salah satu fenomena pada pasar properti yang membuat banyak orang, khususnya generasi milenial, semakin sulit untuk membeli rumah. Fenomena ini menyebabkan harga rumah melambung tinggi, jauh melampaui nilai sebenarnya.
Tidak hanya membebani daya beli, fenomena ini juga memunculkan kekhawatiran di kalangan pelaku pasar properti. Bagi Homers yang ingin memahami lebih dalam tentang fenomena ini, artikel ini akan membahas pengertian, penyebab, efek, serta contohnya.
Apa Itu Housing Bubble?
Melansir situs Investopedia, housing bubble adalah kondisi ketika harga rumah meningkat dengan sangat cepat dan tidak wajar, hingga melebihi nilai asetnya. Salah satu pemicunya adalah spekulasi pasar, di mana banyak investor dan pembeli berspekulasi bahwa harga rumah akan terus naik.
Akan tetapi, saat bubble ini pecah, harga rumah bisa jatuh secara drastis, sehingga menyebabkan kerugian besar bagi para investor. Fenomena ini sering kali diikuti oleh krisis keuangan, mengingat banyaknya pinjaman yang terlibat dalam pembelian rumah.
Pada dasarnya, bubble terjadi ketika permintaan terhadap rumah meningkat secara signifikan, tetapi tidak seimbang dengan jumlah pasokan. Akibatnya, harga rumah pun melonjak tajam. Ketika harga rumah sudah tidak lagi terjangkau oleh mayoritas pembeli, maka bubble tersebut akan pecah.
Baca Selengkapnya: Rumah Gaya Industrial: Arti, Karakteristik, dan Inspirasinya
Penyebab Housing Bubble
Ada banyak hal yang dapat memicu terjadinya bubble. Pada dasarnya, setiap fenomena ekonomi adalah efek berantai yang saling mempengaruhi. Beberapa faktor umum yang kerap menimbulkan bubble adalah sebagai berikut.
1. Kenaikan Permintaan yang Tidak Terkendali
Salah satu penyebab utama housing bubble adalah kenaikan permintaan yang tidak terkendali. Ketika banyak orang berlomba-lomba membeli rumah karena mereka percaya harga akan terus naik, harga rumah pun melonjak drastis. Para spekulan juga turut andil dalam fenomena ini.
2. Suku Bunga yang Rendah
Suku bunga yang rendah membuat pinjaman rumah menjadi lebih terjangkau. Kondisi ini mendorong banyak orang untuk mengambil kredit rumah, sehingga meningkatkan permintaan properti. Namun, ketika suku bunga naik, pembayaran cicilan pun menjadi lebih berat dan menyebabkan banyak orang gagal bayar.
3. Regulasi yang Longgar
Regulasi yang longgar dalam pemberian kredit juga berperan dalam terjadinya housing bubble. Ketika bank mempermudah persyaratan kredit, banyak orang yang sebenarnya tidak mampu membeli rumah akhirnya mendapatkan pinjaman. Jumlah pembeli pun meningkat, yang mana berdampak pada melambungnya harga rumah.
Efek Housing Bubble
Dalam dunia finansial, bubble selalu menimbulkan efek berantai yang cenderung merugikan. Baik untuk pemerintah, investor, maupun pembeli properti, semuanya turut merasakan dampak dari fenomena ini. Beberapa efek yang muncul akibat terjadinya bubble adalah sebagai berikut.
1. Krisis Ekonomi
Pecahnya housing bubble kerap mengakibatkan krisis ekonomi. Ketika harga properti jatuh, banyak pemilik rumah yang mendapati bahwa nilai properti mereka turun drastis, bahkan lebih rendah dari sisa pinjaman.
Penurunan ini dapat mengakibatkan banyaknya penyitaan rumah, kebangkrutan, dan penurunan kepercayaan konsumen, yang mana semuanya berdampak negatif pada ekonomi secara keseluruhan.
2. Kehilangan Kekayaan
Bagi individu, pecahnya housing bubble dapat menyebabkan kehilangan kekayaan yang signifikan. Mereka yang membeli rumah pada puncak harga mungkin harus menanggung kerugian besar jika terpaksa menjual rumah mereka dengan harga yang jauh lebih rendah.
3. Penurunan Investasi
Setelah pecahnya housing bubble, banyak investor menjadi ragu untuk kembali berinvestasi di pasar properti. Akibatnya, terjadi penurunan aktivitas pembangunan, yang pada akhirnya memperlambat pertumbuhan ekonomi dan menciptakan pengangguran di sektor konstruksi dan industri terkait lainnya.
Baca Selengkapnya: Rumah Open Space: Solusi Hunian Nyaman di Lahan Terbatas
Contoh Housing Bubble
Salah satu contoh kasus housing bubble yang paling terkenal adalah yang terjadi di Amerika Serikat pada awal tahun 2000-an. Harga properti di AS meningkat pesat selama periode ini akibat kebijakan kredit yang longgar dan spekulasi di pasar properti.
Namun, pada tahun 2007, gelembung ini pecah, sehingga menyebabkan harga properti jatuh drastis dan memicu Krisis Keuangan Global 2008. Fenomena ini menjadi pelajaran penting bagi pasar properti di seluruh dunia.
Betapa berbahayanya jika harga properti terus naik tanpa dasar ekonomi yang kuat dan berkelanjutan. Jika Homers berencana untuk membeli rumah atau berinvestasi properti, penting untuk memahami kondisi pasar dan menghindari spekulasi yang berlebihan.
Sudah Mengerti Apa Itu Housing Bubble?
Housing bubble adalah fenomena yang membawa banyak risiko bagi ekonomi nasional, bahkan global. Homers harus pandai mendeteksi berbagai penyebabnya, mulai dari kenaikan permintaan, penurunan suku bunga, hingga pelonggaran persyaratan kredit.
Jika pasar properti sedang dalam kondisi bubble, Homers sebaiknya menahan diri dari berinvestasi. Dalam beberapa periode ke depan, potensi krisis ekonomi dan penurunan harga dapat terjadi secara drastis. Belajar dari kasus yang terjadi di Amerika, Homers harus lebih bijaksana dalam berinvestasi di sektor properti.
Bagi Homers yang hendak berinvestasi properti setelah kondisi bubble berakhir, Minhome sangat merekomendasikan untuk Homers memilih Gethome!
Sebagai informasi, Gethome telah diapresiasi oleh Propertree Guru sebagai Best Townhouse Development (Greater Jakarta) dan diakui sebagai Developer Unggulan Bank Syariah Indonesia TBK.
Mau investasi properti yang aman dan menguntungkan jangka panjang? Gethome solusinya!
Baca Selengkapnya: Ini Dia 4 Alasan Gen Z Susah Beli Rumah Hingga Strateginya!